Home » , » MUI Belum Keluarkan Fatwa, MLM Umrah Sudah Merebak

MUI Belum Keluarkan Fatwa, MLM Umrah Sudah Merebak

Written By Unknown on Senin, 28 Mei 2012 | 21.39


 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Persaingan antara penyelenggara umrah dan haji melahirkan jenis pemasaran multi level marketing (MLM).

Meski belum ada fatwa ulama yang keluar, praktiknya mulai banyak dan terindikasi menimbulkan masalah bagi iklim bisnis maupun kerugian materi para jamaah.

“Praktek MLM sangat merugikan masyarakat karena sudah diatur penyelenggaraannya dengan undang-undang, mulai pendaftaran awal dan setorannya. Kontroversi secara hukum juga masih dipermasalahkan,” kata Direktur Pembinaan Haji Kemenag, Ahmad Kartono, dalam seminar “Bom Waktu Gagal Berangkat Haji dan Umrah Massal yang digelar Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH)” di Aula Hercules Halim Perdanakusumah, awal bulan ini.

Adanya pihak yang merasa dirugikan terbukti otentik dengan lima surat pengaduan yang diterima Kemenag. Para pelapor yang mengadukan maupun mempertanyakan travel berizin maupun tidak berizin yang mengadakan umrah melalui jalur MLM. Area pengaduannya di Lampung, Jawa Tengah, Surabaya, dan Kalimantan.

Secara tegas, Kartono menyatakan jika fatwa terkait bisnis MLM syariah belum dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Sesuai ketentuan opini DSN MUI, ujarnya, yang diperbolehkan dipasarkan secara MLM adalah umrah saja. Pasalnya, kebijakan haji lebih ketat dengan kuota.

“Kita akan tegur semuanya (travel yang diadukan tadi) karena harus memenuhi ketentuan operasional. Travel nakal seperti ini akan mengganggu image travel resmi,” papar Kartono. Namun, ia mengatakan tindak lanjutnya diserahkan pada si pelapor, apakah juga dilaporkan ke pihak berwajib atau tidak.

Kartono melihat minat masyarakat untuk menunaikan ibadah umrah atau haji melalui MLM karena mereka terpikat oleh biaya yang murah dibanding dengan biaya haji atau umrah secara resmi. Padahal, dengan cara berantai atau arisan ini lebih banyak orang yang kecewa.

Sementara itu, Ketua Umum HIMPUH, Baluki Ahmad, mengatakan saat ini ada pola atau modus baru sebuah biro perjalanan menggaet calon jamaah haji melalui cara MLM. “Mereka mengumpulkan masyarakat dengan iming-iming biaya murah bisa pergi haji. Padahal, travel ini tidak ada izinnya. Ini yang harus kita waspadai,” ujarnya.

Baluki juga berharap agar masyarakat tidak terbujuk travel yang menawarkan paket perjalanan haji dan umrah dengan biaya semurah mungkin.

Sebab, saat ini sudah tidak masuk akal dengan melihat kondisi eksternal, seperti naiknya biaya penginapan, transportasi dan juga harga minyak mentah dunia.

“Ini masukan kita ke Kementerian Agama. Karena kami diayomi undang-undang, harus dapat perlindungan, jadi MLM jangan dibiarkan,” tegas Baluki.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), Helmy Attamimi, memaparkan banyak perbedaan mendasar antara produk MLM dengan jaringan pemasaran terlarang, seperti money game.

Perbedaannya terletak pada biaya pendaftaran, produk, dan penentu keberhasilan. Penjualan langsung, terangnya, terjangkau dengan produk yang jelas, pengunduran keanggotaan mempunyai buyback guarantee.

Sedangkan penentu keberhasilan anggota berdasarkan hasil penjualan produk bersama jaringannya. Sebaliknya, pemasaran terlarang justru menyedot uang anggota tanpa produk serta jaminan yang jelas. “Kami tak mau bisnis MLM dimasuki MTP atau multi tipu marketing,” tegas Helmy.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sudaryatmo, mencatat dalam 10 tahun terakhir ini, ribuan masyarakat telah menjadi korban praktik penipuan berkedok investasi dengan janji-janji pengembalian sangat tinggi.

Dengan sejarah panjang penipuan berbasis investasi, maka ia mengingatkan agar masyarakat mewaspadai MLM haji dan umrah. “Konsumen harus berpikir kritis dalam tahap sebelum transaksi. Hati-hati dan jangan mudah tergoda terhadap janji-janji surga yang ditawarkan biro perjalanan haji dan umrah,” imbaunya.

Konsumen juga perlu mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai biro perjalanan umrah dan haji. “Usahakan meminta janji-janji biro perjalanan dalam bentuk tertulis, sehingga apabila di kemudian hari terjadi masalah bisa menjadi cara untuk menagih hak-haknya,” saran dia.

Di lain pihak, akademisi fikih, M Arifin Badri, menegaskan agar umat Muslim mengulik kembali rukun berhaji yang salah satunya menyebutkan mempunyai kemampuan dan bukan dari hasil berhutang.

Namun, dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi’i Jember ini justru menemukan fenomena sosial bank-bank yang menyediakan talangan dana agar segera berangkat haji ataupun umrah. “Sebagai renungan, sebaiknya umat tidak usah memaksakan diri untuk berhaji dengan melanggar rukun ibadah itu sendiri,” kata Arifin.

Tak heran jika Arifin menyebut fenomena tersebut memunculkan bentuk anomali lainnya dalam penyelenggaraan haji dan umrah.

Seperti produk MLM dengan uang muka serta level yang panjang. Sehingga timbul sisi negatif MLM karena anggota dituntut berkorban lebih banyak serta membentuk perilaku konsumtif. Padahal, imbalannya tidak jelas secara nominal.

“Sebaiknya, travel menerima pendaftaran jamaah haji yang mampu membayar tunai, tanpa uang muka sehingga menjadi akad jual. Dan jika menggunakan pemasaran berjenjang, hendaknya menetapkan satu level saja,” saran Arifin.

Anggota Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional MUI, Mohammad Hidayat, tegas menyatakan pihaknya belum resmi mengeluarkan fatwa terkait MLM syariah atau penjualan langsung berjenjang syariah (PLBS).

Para ulama hanya merilis sertifikat opini yang mengacu pada fatwa Nomor 75 Tahun 2009 tentang PLBS Barang. “PLBS umrah belum dikeluarkan fatwanya, tapi ada jawaban atas pertanyaan publik terkait pertanyaan tentang MLM Syariah. Akan kita fatwakan sebulan mendatang,” ujar Hidayat.

Proses rapat pleno fatwa tersebut baru berlangsung medio akhir Mei ini. Ia pun mengakui, hampir tak pernah DSN mengeluarkan fatwa atas inisiatif sendiri. Semuanya atas pertanyaan publik.

“Yang menjadi permasalahan, beberapa waktu lalu ada dua travel yang meminta presentasi MLM syariah. Berdasarkan kaidah sertifikat opini, mereka mendapatkan sertifikat yang bisa diperpanjang dua tahun sekali,” ungkap Hidayat.

Walhasil, travel tersebut menggembar-gemborkan terlebih dahulu pada publik tentang MLM syariah sebagai bentuk pemasaran barunya ke publik. “Tidak menutup kemungkinan, sertifikat mereka dicabut hingga fatwa keluar,” ujar Hidayat.

Di sisi lain, Hidayat menilai banyak hal positif penerapan PBLS bagi perusahaan, terutama efisiensi biaya dari rantai produksi. Sisanya untuk memberi komisi pada anggota. MLM, kata dia, sebagai sarana silaturahim atau tarbiyah dengan memberi jalan rezeki yang normal.

“Secara sederhana, sebelumnya travel telah menerapkan dengan sistem bonus. Tapi saat ini dimodifikasi. DSN ingin membatasi level itu. Akan ada fatwa yang mengatur spesifik sehingga tak liar dan merugikan masyarakat,” ujar Hidayat.

Substansi PLBS umrah nantinya dibahas tentang produk jasa, komponen dan batasan, akad syariah, dan perubahan harga paket.

Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Indah Wulandari

Sumber : http://www.jurnalhaji.com

Share this article :

4 komentar:

  1. Agak njilimet kalau berbicara soal MLM memang yang saya tahu MLM itu haram tapi gak tau deh gimana para ulama aja. trims mas buat postingannya

    BalasHapus
  2. jangan dibikin njlimet atuh pak/mbak... jalankan aja apa yg menurut hati pas... halal dan haram kan sdh jelas....

    BalasHapus
  3. wah tulisan anda sungguh menambah informasi, semoga bermanfaat yah, salam kenal

    BalasHapus
  4. Terimakasih banyak atas informasi yang sangat bagus ini.

    BalasHapus

Komentar yang baik mencerminkan diri anda. Terima kasih...

 
Beranda | Profil | Kontak | Sambutan
Copyright © 2011-2015. Nururrahman - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger